Sejarah Kerajaan Kutai Dari Masa Kejayaan Hingga Runtuh – Dalam kajian sejarah, artefak-artefak dari Kerajaan Kutai tidak teridentifikasi, padahal keberadaan benda-benda tersebut merupakan bukti kuat keberadaan Kerajaan Kutai di masa lampau. Saat ini, peninggalan raja-raja Kutai masih dapat dilihat di Museum Mulawarman di Tenggarong, Kutai Kartanegara dan sebagian disimpan di Museum Nasional Jakarta. Seorang sejarawan Belanda, CA Maees menulis, berjudul De Kroniek van Kutai pada tahun 1935, menjelajahi pantai Indonesia. Maes percaya bahwa nama Kutai berasal dari kata Koti yang berarti akhir dan dia tidak membuat ide itu dengan sia-sia, karena dia menggunakan alasan letak Kutai di ujung timur pulau Kalimantan.
Raja-raja Kutai memiliki kehidupan politik turun temurun, artinya pemerintahan akan selalu melalui anak, cucu dan cicit dan cicit dan cicit dan cicit dan cicit dan cicit-cicit -cicit anak dan cucu dan cicit dan cicit. Dan keturunan* cucu laki-laki dan cucu laki-laki dan cucu laki-laki dan cucu laki-laki dan perempuan cucu laki-laki dan kakek nenek moyang dan cucu mereka pergi. karena raja Kutai dipimpin oleh Aswawarman. Namun, umat Hindu dari India tetap menguasai pemerintahan sehingga proses tersebut berhasil dan berlanjut. Di sisi lain, sub-wilayah Kutai memiliki wilayah yang luas yang mencakup 3 pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Timur yang semuanya masih berada di Provinsi Kalimantan Timur.
Sejarah Kerajaan Kutai Dari Masa Kejayaan Hingga Runtuh
Di sisi lain, kehidupan budaya Kerajaan Kutai adalah budaya Hindu, yang terlihat dari penemuan Kalung Siwa di sekitar Lipan Danu di wilayah Kaman. Selain itu, pada survei yang dilakukan pada tahun 2001, banyak ditemukan lukisan di dinding gua yang terletak di dekat Gunung Marang, 400 km sebelah utara kota Balikpapan. Selain itu juga ditemukan benda-benda seperti reruntuhan candi yang terbuat dari periuk, perabot, manik-manik, keramik, arca logam dan lain-lain.
Peninggalan Kerajaan Demak Beserta Penjelasan Dan Gambarnya
Dalam kehidupan bermasyarakat, bermasyarakat dan beragama, Kerajaan Kutai menggunakan bahasa Sanskerta yang juga digunakan sebagai bahasa resmi dalam urusan keagamaan. Di sisi lain, kehidupan masyarakat Kutai adalah Rerumputan dan masih banyak kegiatan lainnya seperti bercocok tanam dan berdagang. Karena letaknya di tepi sungai Mahakam, tanah kerajaan Mataram menjadi subur dan cocok untuk pertanian. Masyarakat negara tersebut juga mulai berdagang dan menjalin hubungan dagang yang baik dengan banyak negara termasuk India dan China melalui Selat Malaka. Ketika melakukan perjalanan para pedagang dari berbagai negara terlebih dahulu akan singgah di daerah Kutai dan mulai berdagang dan menjual barang-barang serta menyiapkan barang-barang untuk perjalanan jauh, hal inilah yang membuat kerajaan Kutai hidup. . dan dalam damai.
Sedangkan raja terakhir Kerajaan Kutai yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Hindu adalah pada masa pemerintahan Maharaja Dharma Setia yang membunuh raja ke-13 Kerajaan Kutai Kartaneagara yaitu Aji Pangeran Anum Panji Mendapa dan setelah itu, Kutai. Kerajaan itu berubah menjadi kerajaan Muslim yang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
Kudungga adalah raja pertama dari dinasti Kutai, tetapi jika dilihat, namanya sangat kuat dari segi kandungan negara dan sejarawan berpendapat bahwa ketika dia mulai berkuasa, pengaruh agama Hindu baru saja memasuki pulau itu. Pada mulanya, Kudungga mungkin adalah seorang pemimpin suku yang ketika umat Hindu mulai melakukannya, ia mengubah sistem pemerintahan langsung dari kerajaan menjadi raja.
Kerajaan Wajo (sejarah, Peninggalan, Kejayaan, Runtuh)
Raja Aswwarman berasal dari Kudungga yang dikenal sebagai Dewa Ansuman atau Dewa Matahari. Raja Aswwarman juga dikenal sebagai pendiri dinasti Kutai, sehingga diberi nama Wangsakerta, yang berarti mendirikan keluarga. Naskah Yupa juga menyebutkan bahwa Raja Aswwarman adalah seorang raja yang kuat dan mampu memperluas Kerajaan Kutai dan hal ini ditunjukkan dengan terlaksananya program Asmawedha.
Mulawarman adalah gambaran raja yang paling berkuasa di kerajaan Kutai dan merupakan cucu dari Kudunga dan anak dari Aswawarman. Itu digunakan sebagai simbol Kerajaan Kutai.
Setelah mengetahui sejarah singkat Kerajaan Kutai, kami akan menyajikan beberapa peninggalan Kerajaan Kutai yang masih dapat dilihat di Museum Nasional Jakarta dan Museum Mulawarman, Tenggarok, Kutai Kartanegara.
Makalah Kerajaan Kutai
Prasasti Yupa merupakan salah satu peninggalan tertua Dinasti Kutai dan benda ini merupakan bukti sejarah Kerajaan Hindu di Kalimantan. Ada 7 postingan Yuoa yang bisa ditemukan hingga saat ini. Yupa adalah tiang batu yang digunakan untuk mengikat binatang atau manusia yang dipersembahkan kepada para dewa dan di tiang batu tersebut terdapat tulisan. Teks-teks ini ditulis dalam karakter Sansekerta atau Pallawa. Namun, tidak satu pun dari tujuh teks Yupa yang mencantumkan tahun pembuatan, sehingga tanggal pasti dari teks tersebut tidak diketahui.
Teks Yupa memiliki kehidupan politik. Prasasti pertama menyebutkan raja pertama Kerajaan Kutai, Kudunga, yang merupakan nama depan Indonesia yang menunjukkan bahwa dia bukan pendiri keluarga kerajaan. Dalam Yupa juga tertulis bahwa pada masa pemerintahan Asmawarman, kerajaan Kutai merayakan hari raya Aswamedha dan ini adalah hari raya pelepasan kuda saat membatasi batas tanah Kutai. Kudunga memiliki putra terkenal bernama Aswawarman dan memiliki tiga putra yang dikenal sebagai tiga cahaya suci.
Di antara ketiga putranya, Mulawarman menjadi putra yang terkenal karena kuat, sakti dan sabar sekaligus, dan raja diberi uang untuk pengorbanan bulu Suwarnakam. Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman, Kerajaan Kutai mencapai masa keemasannya, setelah pemerintahannya tidak diketahui siapa yang memerintah karena catatan sejarah terbatas. Mulawarman digolongkan sebagai salah satu Yupa karena kedermawanannya yang luar biasa dengan memberikan 20 ribu ekor sapi kepada para Brahmana dan dikatakan sebagai leluhur Kudungga atau putra Aswawarman, yang keduanya mempengaruhi tradisi India.
Kerajaan Bali: Sejarah Singkat, Raja, Kehidupan, Kejayaan, Keruntuhan
Meskipun isi teks Yupa tentang kehidupan masyarakat diketahui sejak abad keempat Masehi, Kerajaan Kutai banyak penduduk Indonesia yang menganut agama Hindu sehingga bentuk organisasi kerajaan menjadi tetap seperti monarki India. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial Kerajaan Kutai berkembang dari waktu ke waktu dan masyarakat Indonesia sudah mulai menerima hal-hal yang ada di India dan membesarkannya mengikuti tradisi yang ada di Indonesia. Ketika Raja Mulawarman memberikan hadiah berupa seribu lembu jantan dan 1 pohon kelapa kepada brahmana berupa api di altar tempat suci yaitu Vaprakeswara, karena perbuatan baik itu para pendeta berkumpul disana. membuat kolom untuk peringatan.
Isi teks Yupa dan bagian dari kehidupan budaya budaya masyarakat Kutai sangat dekat dengan agama mereka, mereka mengatakan bahwa teks Yupa adalah warisan budaya masyarakat Kutai, dan gambar batu adalah warisan budaya leluhur. . . masyarakat Indonesia pada masa Meghalitik, kebudayaan Menhir. Salah satu prasasti Yupa menyebutkan tempat suci di Vaprakecvara yang merupakan candi besar yang merupakan tempat pemujaan dewa Siwa dan menunjukkan bahwa agama Hindu adalah Hindu Siwa. Hal ini diperkuat karena pengaruh besar Kerajaan Pallawa yang juga memiliki berbagai wujud Siwa dan peran penting Brahmana di Kerajaan Kutai juga sangat besar, begitu pula peran Brahmana dalam agama Siwa.
Bukti lain yang menunjukkan kekayaan Kutai dalam hal kekayaan terekam dalam salah satu Yupa, dan Raja Mulawarman sering mengadakan banyak upacara emas yang juga menyaksikan munculnya kaum terpelajar. Kelompok terpelajar ini terdiri dari perawan dan brahmana yang diramalkan telah melakukan perjalanan ke India dan ke banyak tempat penyebaran agama Hindu di Asia Tenggara. Orang-orang ini memiliki kedudukan dan perilaku yang terhormat dalam sistem politik Kerajaan Kutai.
Kerajaan Kutai Dan Tarumanegara: Sejarah, Masa Kejayaan, Dan Peninggalannya
Di sisi lain, isi Yupa yang menceritakan tentang kehidupan beragama menjelaskan bahwa Kerajaan Kutai, agama Hindu, berkembang dengan baik, terutama pada masa pemerintahan Raja Asmawarman. Perkembangan Kerajaan Kutai yang beragama Hindu adalah tempat suci yang disebut Waprakeswara yang merupakan tempat suci untuk pemujaan Dewa Siwa. Meskipun Hindu adalah agama resmi kerajaan Kutai, itu hanya dimulai di istana, di mana orang Kutai masih menggunakan budaya aslinya dan mengikuti kepercayaan Kaharingan.
Kaharingan adalah kepercayaan masyarakat Dayak yang memuja Ranying Hatalla Langit yang menciptakan alam semesta dan masyarakat Kaharingan merayakan api sebagai Ngaben dalam agama Hindu yang terjadi pada tanggal 20 April 1980, Kaharingan masuk agama Hindu.
Mahkota tersebut merupakan mahkota Sultan Dinasti Kutai dari emas seberat 1,98 Kg yang kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta. Topi Sultan Kutai ditemukan pada tahun 1890 di kawasan Muara Kaman, Kutai Kartanegara, sedangkan yang dipajang di Museum Mulawarman adalah topi tiruan. Sultan Aji Muhammad Sulaiman memahkotai mahkota ini pada tahun 1845 hingga 1899 dan Sultan Kutai Kartanegara juga memakainya, selain terbuat dari emas, mahkota ini juga memiliki batu mulia.
Kerajaan Hindu Tersohor Di Indonesia
Topinya berbentuk mahkota brunjungan, dan bagian mukanya bercorak meru persegi yang dihiasi motif lingkaran dan motif sulur. Di belakang mahkota terdapat garuda mungkur yang indah dihiasi dengan bunga, burung dan rusa. Carl Bock, seorang penulis dan peneliti, menulis dalam bukunya yang berjudul The Head Hunters of Borneo bahwa Sultan Aji Muhammad Sulaiman memiliki 6 sampai 8 tukang emas yang membuatkan patung emas dan perak khusus untuk Sultan.
Pusaka Dinasti Kutai berikutnya adalah rantai tiwa. Kalung Ciwa berasal dari dinasti Kutai dan ditemukan pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman pada tahun 1890 oleh warga Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa masih digunakan sebagai permata kerajaan, dipakai oleh sultan saat menobatkan sultan baru.
Kalung Uncal adalah rantai emas seberat 170 gram yang dihiasi dengan benang