Sejarah Kerajaan

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran – Pakuan Pajajaran (bahasa Sunda: ẕᮊᮥᮝ ᮪᮪᮪ᮏᮏᮮᮮᮮᮔ; dikenal sebagai Dayeuh Pakuan/Pakwan atau Pajajaran) adalah ibu kota Kerajaan Sunda. Lokasinya sesuai dengan kota modern Bogor di Jawa Barat, Indonesia, di sekitar situs Batu Tulis. Tempat ini dipuja sebagai rumah spiritual masyarakat Sunda karena mengandung identitas dan sejarah masyarakat Sunda.

Orang-orang tinggal di kota ini setidaknya sejak abad ke-10, tetapi kota ini tidak begitu penting secara politis sampai Sri Baduga Maharaja menetapkannya sebagai ibu kota Kerajaan Sunda pada abad ke-115. Pada tahun 1513, Tomé Pires, seorang prajurit Portugis, mengunjungi pengunjung pertama ke Eropa.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Menurut laporannya, kota Daio (Dayeuh adalah kata bahasa Sunda untuk “ibukota”) adalah kota besar dengan jumlah penduduk sekitar 50.000 jiwa.

Mahkota Prabu Siliwangi ‘pulang’ Ke Kerajaan Galuh, Terbuat Dari Emas, Beratnya 8 Kilogram

Setelah pemerintahan Raja Jayadewat (Sri Baduga Maharaja), Pakuan Pajajaran adalah ibu kota kerajaan selama beberapa generasi. Dayeuh Pakuan Pajajaran adalah ibu kota kerajaan Sunda selama hampir seratus tahun (1482 – 1579), hingga Kesultanan Bant hancur pada tahun 1579.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Dalam bahasa Sunda, kata Pakuan berasal dari kata paku yang berarti “paku”, dan bisa juga berarti “pakis”.

Menurut naskah Carita Waruga Guru (sekitar tahun 1750), nama tersebut berasal dari pakujajar atau tali tanaman pakis haji atau cycas. Dalam bahasa Sunda, pakis haja berarti “pakis kerajaan” yang mengacu pada tumbuhan sikas. Teori ini didukung oleh K.F. Holle mengatakan dalam bukunya De Batoe Toelis te Buitzorg (1869), bahwa ada sebuah desa bernama “Cipaku” di wilayah Buitzorg, dan Pakuan Pajajaran mengacu pada op rij staande pakoe bom (tempat dengan deretan pohon paku).

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Docx) Awal Berdirinya Kerajaan Pajajaran

Di sisi lain, G.P. Rouffaer mengatakan dalam bukunya cyclopedie van Niederlandsch Indie editie Stibbe (1919) bahwa kata “pakuan” seharusnya berasal dari kata paku yang berarti “paku”. Paku melambangkan raja sebagai spijker der wereld (paku dunia). Hal ini sejalan dengan tradisi Sunda kuno yang memandang raja mereka sebagai jangkar atau pusat kerajaan mereka. Tradisi menyebut raja sebagai “paku” juga terdapat dalam tradisi Jawa Sunanat Surakarta yang menyebut rajanya Pakubuwono (“paku dunia”). Lebih lanjut Rouffaer mengemukakan bahwa kata “Pajajaran” berasal dari kata sejajar (sama), sehingga Pakuan Pajajaran berarti “raja Sunda (‘kuku’) yang setara dengan raja seluruh Jawa.”

R. Ng. Poerbatjaraka menjelaskan dalam karyanya De Batoe-Toelis bij Buitzorg (1921) bahwa kata Pakuan berasal dari kata Jawa kuno pakwwan, yang berarti “kemah” atau “istana”. Oleh karena itu, ia mengusulkan nama Pakuan Pajajaran berarti aanrij staande hov (pelataran/istana sejajar), artinya bangunan dan paviliun di dalam kompleks keraton disusun sejajar satu sama lain.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

H. T. Dam dalam karyanya Verkning Rondom Padjadjaran (1957), menyatakan bahwa kata Pakuan berkaitan dengan lambang batu lingga lingga. Tugu batu timbul yang melambangkan Siwa dalam kepercayaan India ini diyakini berdiri di samping prasasti Batutulis sebagai simbol kekuasaan dan kewibawaan raja. Hal ini juga sesuai dengan tugu batu MIR – konon budaya megalitik dominan dalam masyarakat Sunda kuno. T Dam juga mengacu pada Carita Parahyangan yang menyebutkan nama raja Sunda; Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal adalah sebutan lain untuk paku (paku, galah, gada atau lingam). T Dam juga menegaskan bahwa Pakuan bukanlah kata benda, melainkan mengacu pada (modal) kasih sayang. Merujuk pada laporan Kapit Wikler (1690), T Dam mengemukakan bahwa kata Pajajaran menggambarkan letak geografis ibu kota. Pajajaran berasal dari akar kata jajar, artinya “sejajar”. Ini mungkin menunjukkan lokasinya di antara dua sungai paralel; Cisadane dan Ciliwung. Beberapa kilometer di dekat Bogor, dua sungai bertemu, dan diyakini sebagai situs Pakuan Pajajaran.

Sejarah Kerajaan Pajajaran: Dari Berdiri, Para Raja Hingga Runtuh

Pakuan Pajajaran disebutkan dalam sumber sejarah dan temuan arkeologi, terutama berupa prasasti dan naskah kuno; antara lain prasasti Batutulis (abad ke-16), prasasti lempengan tembaga Kabantan, Bujangga Manik (abad ke-15), Carita Parahyangan (1580) dan naskah Carita Waruga Guru (abad ke-18).

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Selain dari sumber lokal, catatan Pakuan Pajajaran juga disebutkan dalam sumber Eropa. Jenderal Portugis Tomé Pires mengunjungi ibu kota Kerajaan Daio Sunda pada awal abad ke-16, yang dilaporkannya dalam bukunya Summa Orital (1513-1515).

Babad Jawa (Sejarah Sejarah) dari masa Kesultanan Mataram sekitar abad ke-17 masih menyebut wilayah dan kerajaan Jawa Barat sebagai “Pajajaran”. Kenangan Pakuan Pajajaran tetap hidup di kalangan masyarakat Sunda asli melalui tradisi lisan Pantun Sunda, nyanyian puitis zaman keemasan Sunda Pajajaran dan tongtr raja terkenal Siliwangi (Prabu Siliwangi), raja paling terkenal. dalam tradisi Sunda.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Pajajaran Kingdom History

Orang-orang tinggal di daerah dekat Bogor modern, di lembah sungai Cisadane dan Ciliwung, sejak abad ke-5 Masehi. E. Kawasan Ciaruteun di dekat pertemuan sungai Ciant dan Ciaruteun di Cisadane, sekitar 19 kilometer barat laut Bogor, merupakan kota kuno yang penting. Setidaknya tiga prasasti batu telah ditemukan di daerah ini, salah satunya prasasti Ciaruteun, terkait dengan raja terkenal Purnawarman dari Tarumanagara.

Pakuan Pajajaran diyakini dibangun oleh Raja Tarusbawa pada tahun 669 Masehi. Prasasti Sanghyang Tapak (Jayabupati atau Cicatih) ditemukan di tepi Sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi, Bogor selatan pada tahun 952 Saka (1030 M). Teks tersebut menyebutkan raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati Jayamanah Wisnumurti yang mendirikan hutan suci di Cibadak. Ini menunjukkan bahwa orang tinggal di dalam dan sekitar Bogor modern dan merupakan rumah bagi istana raja-raja Sunda. Di kota ini, Raja Susuktunggal (1382 – 1482) membangun istana bernama “Sri Bimapunta Narayana Madura Suradipati” pada awal abad ke-14.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Di penghujung abad ke-15, Raja Sri Baduga Maharaja (memerintah tahun 1482 sampai 1521) – yang dikenal dalam tradisi lisan Sunda sebagai Raja Siliwangi – menjadi raja kerajaan Sunda dan Galuh. Ibukota dipindahkan dari Kawali ke Galuha ke Pakuan Pajajaran. Salah satu kaki Pantun Sunda dengan jelas menggambarkan prosesi kerajaan que Ambetkasih dan abdi dalem pindah ke ibu kota baru Pakuan Pajajaran, di mana istrinya menunggunya.

Sejarah Jayagiri Sebagai Ibu Kota Kerajaan Sunda Penguasa Nusantara

Teks Batutuli menyebutkan bahwa raja melakukan beberapa proyek pemerintahan. Ini termasuk membangun tembok dan menggali parit pertahanan di sekitar ibu kota Pakuan, membangun tempat suci agama Gugunungan, membangun Balay atau paviliun, dan menetapkan hutan Samida sebagai hutan lindung. Dia juga membangun bendungan dan membuat danau yang disebut Sanghyang Talaga Ra Mahawijaya. Danau tersebut dapat digunakan sebagai proyek hidrolik untuk menanam padi dan juga sebagai danau rekreasi untuk meningkatkan modal.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Tradisi yang disebutkan dalam Carita Parahyangan mengatakan bahwa Raja Sri Baduga memerintah dengan adil di Kadatwan (istana) miliknya yang disebut Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati di Pakuan Pajajaran, dan itu dirayakan sebagai tahun emas pemerintahan orang Sunda.

Naskah Bujangga Manik, yang dibuat pada awal abad ke-16, menceritakan perjalanan Pangeran Jay Pakuan, juga dikenal sebagai Bujangga Manik, seorang pertapa Hindu Sunda, yang juga pangeran istana Pakuan Pajajaran. Dia bepergian secara ekstensif di Jawa dan Bali. Kampung halamannya adalah Pakuan Pajajaran, tempat ibunya tinggal. Dia menceritakan perjalanannya; dari Kalapa Bujang Manik datang pertama ke tempat praktek (Pabeyaan) dan dilanjutkan ke keraton Pakuan, di kota tua Bogor (Noorduyn 1982: 419). Dia melewati jalan menuju Sungai Pakancilan (145), pergi ke paviliun yang didekorasi dengan indah dan duduk di sana. Di sini sang pangeran disebut tohaan atau “tuan”. Dia menemukan ibunya tertangkap saat menenun (160-164). Dia terkejut dan senang melihat anaknya pulang. Dia segera meninggalkan pekerjaannya dan masuk ke dalam rumah, melewati beberapa tirai, dan naik ke kamar tidur. Sang ibu mempersiapkan penyambutan anaknya seperti biasa, dimana ada piring berisi semua bahan untuk membuat sirih, menyisir rambut, menipu diri sendiri dan memakai pakaian luar. Dia turun dari kamar tidurnya, meninggalkan rumah, duduk di bawah tandu dan menyambut anak-anaknya.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Awal Berdirinya Kerajaan Pajajaran

Naskah itu juga menjelaskan adat istiadat masyarakat Sunda kuno, di mana perempuan diperbolehkan berhubungan seks dengan laki-laki yang dicintainya. Bujangga Manik disambut oleh Ibu Ajung Larang, seorang putri yang tinggal di seberang Sungai Pakancilan di dalam tembok kota, dan jatuh cinta padanya. Sang Nyonya mengutus pelayannya Jompong Larang ke rumah Bujangga Manik dengan membawa hadiah mahal dan menjelaskan rencananya kepada ibu Manika.

Bujangga Manik juga menggambarkan Gunung Agung (Bukit Ageung, juga dikenal sebagai Gunung gede) yang disebutnya “titik tertinggi (hulu wano) kerajaan Pakuan” (59-64). Dalam perjalanannya, Bujangga Manik menumpang kapal dagang Melayu Malaka. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa Bujangga Manik terjadi pada tahun 1500, sebelum Portugis menaklukkan Malaka pada tahun 1511.

Sejarah Kerajaan Galuh Pakuan Pajajaran

Pemerintahan Sri Baduga Maharaja juga

Sirnanya Kerajaan Pakuan Pajajaran

Buku sejarah kerajaan pajajaran, buku kerajaan pajajaran, buku tentang kerajaan pajajaran, sejarah kerajaan galuh pakuan, kerajaan galuh pakuan, kerajaan pakuan pajajaran, galuh pakuan, pendiri kerajaan pajajaran, lukisan kerajaan pajajaran, situs kerajaan pajajaran, sejarah pakuan pajajaran, pusaka kerajaan galuh

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button